Gaya Sederhana, Pikiran Besar: Catatan Perjalanan Fashion dan Hidup
Ada hari-hari ketika aku merasa pakaian yang kusimpan di lemari seperti teman setia—bukan yang selalu bicara paling keras, tapi yang selalu mengerti arah langkahku. Gaya sederhana bagiku bukan soal minimalis yang kaku, melainkan pilihan kecil yang terasa seperti napas: nyaman, jujur, dan kadang agak nakal. Sekali waktu aku berdiri di depan cermin dengan kaos putih kebesaran dan celana denim yang sudah pudar, dan tiba-tiba aku merasa seperti versi terbaik diri sendiri. Lucu, ya? Tapi itulah kenyataannya.
Awal yang sederhana
Memori fashion pertamaku bukan tentang runway atau label mahal. Itu tentang rok batik ibu yang selalu disampirkan di bahu ketika ada acara kecil di rumah tetangga. Bau kayu bakar, tawa anak-anak, dan suara ibu yang mengomel halus kalau aku duduk sembarangan—itu yang membentuk selera. Seiring waktu aku berkutat dengan eksperimen warna di pasar loak, mencoba jaket kulit asli yang agak kebesaran, menempelkan satu kancing lucu yang membuatku ngakak sendiri. Gaya sederhana itu kebanyakan lahir dari kebiasaan, bukan teori. Dari kesalahan mencuci baju yang menyusut sampai menemukan kemeja bekas yang pas, semuanya mengumpulkan cerita.
Kenapa sederhana terasa besar?
Aku sering ditanya, bagaimana sesuatu yang tampak biasa bisa berdampak besar pada perasaan? Jawabannya mungkin konyol: karena pakaian adalah perpanjangan mood. Ketika aku pakai sweater yang hangat di hari hujan, rasanya lebih aman untuk keluar menghadapi dunia. Ketika aku pilih sepatu flat yang nyaman saat harus berjalan jauh, aku berani menolak tekanan untuk tampil sempurna. Gaya sederhana itu seperti bahan bakar untuk keberanian kecil—bicara dengan orang asing, mengambil kelas yang selalu ingin dicoba, atau menulis cerita yang selama ini kugunakan sebagai draft di ponsel.
Dan ada lagi hal praktisnya: gaya sederhana mudah dirawat. Lebih sedikit drama saat pagi hari, lebih sedikit penyesalan saat dompet tipis. Itu bukan berarti mengorbankan kreativitas. Malah seringkali keterbatasan bahan memaksa otak berkreasi—memadupadankan scarf, melipat lengan baju, atau menceplokkan bros warisan nenek agar tampilan jadi unik.
Trik kecil yang bikin beda (dan satu situs yang aku suka)
Aku punya beberapa ritual yang terdengar remeh tapi bikin mood berbeda: satu kalung yang selalu kuselipkan, lipstik warna plum yang membuatku serius, dan satu tas rotan murah dari pasar pagi yang entah kenapa membuatku tersenyum setiap kali melihatnya. Kadang aku mengintip referensi gaya di blog-blog kecil dan akun yang terasa dekat—ada satu website yang sering kubuka ketika butuh inspirasi sederhana dan hangat: evalerina. Di sana aku menemukan cara-cara kecil merawat pakaian serta cerita-cerita tentang bagaimana orang biasa memaknai busana.
Satu trik praktis: miliki “satu item andalan”—bisa jaket, sepatu, atau scarf—yang langsung membuatmu merasa lengkap. Item itu akan jadi jangkar ketika pagi terasa kacau. Dan jangan takut beli barang bekas. Ada kepuasan tersendiri saat menemukan potongan yang pas, berpikir tentang pemilik sebelumnya, lalu memberinya kehidupan baru dengan caramu sendiri.
Baju, memori, dan keberanian
Lebih jauh dari sekadar tampilan, pakaian bagiku adalah arsip emosi. Ada kemeja yang kupakai saat wawancara pertama mendapatkan pekerjaan, ada mantel yang menyelimutiku saat pertama kali menolak sesuatu demi kebahagiaan sendiri—dan aku menyimpan semuanya. Kadang aku membuka lemari bukan untuk berpakaian, tapi untuk mengingat siapa aku pernah jadi. Itu membantu menata pikiran: gaya sederhana memberi ruang untuk refleksi, bukan tekanan.
Akhirnya, yang paling kusukai dari gaya sederhana adalah kebebasannya. Ia tak mengikat pada aturan yang mengekang, melainkan mengundang eksperimen kecil. Mungkin suatu hari aku akan tergoda membeli sepatu yang berkilau terang, atau mencoba warna neon yang bikin teman terkejut—dan itu juga bagian dari perjalanan. Yang penting, setiap pilihan datang dari tempat yang jujur: mau nyaman, mau berani, mau tersenyum sedikit saat melihat diri di kaca pagi hari.
Jadi kalau kamu sedang bingung hari ini, coba buka lemari, tarik satu item yang membuatmu ingat momen bahagia, pakai, dan keluar. Lihat bagaimana dunia sedikit berubah ketika pikiranmu besar tapi gayamu sederhana. Kadang, hidup memang seperti itu—kecil dalam tampilan, besar dalam makna.